Sebagai negara berkembang Indonesia memang pesat di industri perangkat telekomunikasi. Oleh karenanya pemerintah semakin ketat memberlakukan aturan main importir perangkat elektronik terutama produk-produk lokal. Salah Satunya yang sering diingatkan adalah untuk membangun pabrikasi perakitan untuk semua perangkat telekomunikasi.
Namun kini sudah ada niat baik para vendor untuk membangun basis produksinya di dalam negeri. Seperti Hon Hai Precision Industry, salah satu produsen elektronik terbesar dunia asal Taiwan, yang memiliki kontrak untuk membuat sekitar 60 - 70 persen perakitan iPhone dan iPads untuk Apple Inc., mereka berencana akan menandatangani perjanjian dengan Indonesia bulan depan untuk membuat dan menjual handset di pasar domestik.
Produsen itu berniat memproduksi ponsel untuk merek lokal dan menjualnya di Indonesia ini, melihat Negara Indonesia memiliki peluang yang sangat besar di industri ini, sehingga mereka berani berinvestasi. Seperti yang diungkap oleh juru bicaranya Simon Hsing kepada Reuters (26/4), ini merupakan langkah diversifikasi usaha sebagai momentum pertumbuhan investasi dan tanda perjanjian kemitraan setelah nota kesepahaman (MOU) dijamin pemerintah kita. "Ketertarikan kami karena geliat pasar telepon Indonesia mencapai 2,4 milyar USD dan itu luar biasa," tambahnya.
Tidak hanya itu semua produsen ponsel tersebut juga harus mematuhi ketentuan sesuai Undang-Undang (UU) tentang Perlindungan Konsumen Nomor 8/1999, yakni harus memiliki layanan purna jual. Dikatakan oleh Budi Darmadi, Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kementerian Perindustrian (19/4), “Jika telepon selular dibuat di dalam negeri, maka harganya jauh lebih murah. Selama ini, impor telepon selular di atas 5 juta unit per tahun.” Lebih jauh beberapa komponen pelengkap telepon seluler sudah bisa diproduksi di dalam negeri seperti pelindung rangka, papan ketik, layar, catu daya dan baterai.
Produsen itu berniat memproduksi ponsel untuk merek lokal dan menjualnya di Indonesia ini, melihat Negara Indonesia memiliki peluang yang sangat besar di industri ini, sehingga mereka berani berinvestasi. Seperti yang diungkap oleh juru bicaranya Simon Hsing kepada Reuters (26/4), ini merupakan langkah diversifikasi usaha sebagai momentum pertumbuhan investasi dan tanda perjanjian kemitraan setelah nota kesepahaman (MOU) dijamin pemerintah kita. "Ketertarikan kami karena geliat pasar telepon Indonesia mencapai 2,4 milyar USD dan itu luar biasa," tambahnya.
Tidak hanya itu semua produsen ponsel tersebut juga harus mematuhi ketentuan sesuai Undang-Undang (UU) tentang Perlindungan Konsumen Nomor 8/1999, yakni harus memiliki layanan purna jual. Dikatakan oleh Budi Darmadi, Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kementerian Perindustrian (19/4), “Jika telepon selular dibuat di dalam negeri, maka harganya jauh lebih murah. Selama ini, impor telepon selular di atas 5 juta unit per tahun.” Lebih jauh beberapa komponen pelengkap telepon seluler sudah bisa diproduksi di dalam negeri seperti pelindung rangka, papan ketik, layar, catu daya dan baterai.
Hingga saat ini tercatat baru baru dua produsen ponsel yaitu PT Hartono Istana Teknologi dengan merek Polytron ,dan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Inti) yang digandeng oleh merek IMO yang sudah melakukannya. Hal ini memang cukup ironis melihat banyaknya produk lokal yang dipasarkan di Indonesia, namun tanpa adanya pabrik domestik yang didirikan.
Banyak keluhan menjadi salah satu alasan bagi investor untuk tidak ingin membangun pabrik di dalam negeri. Beberapa diantaranya adalah terkait gejolak maraknya aksi protes buruh, wacana cukai ponsel yang dilontarkan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan cukup mengguncang importir ponsel dan iklim hubungan industrial memang belum kondusif.
Oleh karenanya beberapa produsen mengharapkan agar pemerintah Indonesia dapat menangani hal tersebut, guna memberikan kepercayaan penuh bagi investor untuk berinvestasi membangun pabrik di Tanah Air. (Hito)
Oleh karenanya beberapa produsen mengharapkan agar pemerintah Indonesia dapat menangani hal tersebut, guna memberikan kepercayaan penuh bagi investor untuk berinvestasi membangun pabrik di Tanah Air. (Hito)