PENGARUH AKTIVASI ARANG TEMPURUNG KELAPA DENGAN
ASAM SULFAT DAN ASAM FOSFAT UNTUK ADSORPSI FENOL
dengan waktu perendaman 10 jam. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik
kadar air, kadar abu, daya adsorpsi terhadap iod, dan gugus fungsi pada arang aktif dari arang
tempurung hasil aktivasi dan menentukan kapasitas adsorpsi maksimum arang aktif dari
arang tempurung dalam adsorpsi fenol. Arang yang digunakan berasal dari arang tempurung
kelapa dan arang tempurung kelapa sawit. Selain dikarakterisasi, arang aktif dimanfaatkan
untuk adsorpsi fenol dengan waktu kontak selama 60 menit dan variasi konsentrasi fenol dari
100-500 mg/L. Hasil penelitaian menunjukkan bahwa arang aktif yang mempunyai
karaktereistik terbaik adalah arang tempurung kelapa yang diaktivasi dengan asam fosfat
dengan kadar air 3,35 %; kadar abu 0,62 % dan daya adsorpsi terhadap iod 1275,3 mg/g.
Analisis gugus fungsi menunjukkan adanya gugus hidroksil (-OH) sebagai gugus aktif pada
arang aktif. Kapasitas adsorpsi maksimum terbaik arang aktif terhadap fenol sebesar 27,027
mg/g oleh arang tempurung kelapa yang diaktivasi dengan asam fosfat.
Kata Kunci : arang aktif, arang tempurung kelapa, asam sulfat, asam fosfat, fenol
PENDAHULUAN
Produksi buah kelapa Indonesia rata-rata 15,5 milyar butir/tahun atau setara dengan
3,02 juta ton kopra, 3,75 juta ton air, 0,75 juta ton tempurung kelapa, 1,8 juta ton serat sabut
dan 3,3 juta ton debu sabut (Agustian et al., 2003; Allorerung dan Lay, 1998). Tempurung
kelapa potensi sebagai bahan baku dari arang aktif, dimana mempunyai daya adsorpsi yang
tinggi terhadap bahan yang berbentuk larutan atau uap (Anonim, 2002).
Arang aktif dapat dibuat melalui dua tahap, yaitu tahap karbonasi dan aktivasi (Kvech
dan Tull, 1998). Karbonasi merupakan proses pengarangan dalam ruangan tanpa adanya
oksigen dan bahan kimia lainnya, sedangkan aktivasi diperlukan untuk mengubah hasil
karbonisasi menjadi adsorben yang memiliki luas permukaan yang besar (Jankowska et al.
1991). Aktivasi adalah perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori
yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul permukaan
sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika atau kimia, yaitu luas permukaannya
bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi (Triyana dan Tuti, 2003).
Aktivasi dibagi menjadi dua yaitu aktivasi fisika dan aktivasi kimia. Aktivasi fisika
dapat didefinisikan sebagai proses memperluas pori dari arang aktif dengan bantuan panas,
uap dan gas CO2. Sedangkan aktivasi kimia merupakan aktivasi dengan pemakaian bahan
kimia yang dinamakan aktivator. Aktivator yang sering digunakan adalah hidroksida logam
alkali, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan khususnya ZnCl2, asam-asam
anorganik seperti H2SO4 dan H3PO4 (Triyana dan Tuti, 2003).
2
Penelitian tentang arang aktif telah banyak dilakukan, salah satunya adalah arang aktif
yang dibuat dari kayu. Dimana pada penelitian tersebut digunakan aktivator ZnCl2. Hasil
penelitian memberikan karakteristik kadar abu sebesar 1,55%, kadar air 4,81% dan kapasitas
adsorpsi maksimum terhadap fenol sebesar 20,95 mg/g (Juliandini dan Trihadiningrum,
2008).
Aktivasi arang tempurung kelapa menggunakan aktivator (NH4)HCO3 juga pernah
dilakukan, dimana konsentrasi aktivator divariasi dan arang direndam selama 10 jam. Hasil
penelitian tersebut memberikan kualitas arang terbaik pada konsentrasi aktivator 2,5%. Pada
konsentrasi tersebut diperoleh kadar abu 3,18%, kadar air 1,95%, kadar zat mudah menguap
17,7% dan daya adsorpsi terhadap iod sebesar 304,88 mg/g (Subadra dkk, 2005).
Pada penelitian ini akan dilakukan aktivasi arang tempurung kelapa dan arang
tempurung kelapa sawit dengan aktivator asam. Adapun asam yang digunakan dalam
penelitian ini adalah asam sulfat (H2SO4), dan asam fosfat (H3PO4). Penggunaan dua jenis
asam berbeda-beda ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan asam dalam memperluas
pori dari arang tempurung yang akan berpengaruh terhadap daya adsorpsi dari arang tersebut.
Untuk mengetahui pengaruh dari kedua aktivator tersebut maka dilakukan karakterisasi
terhadap arang yang meliputi kadar air, kadar abu, daya adsorpsi arang aktif terhadap iod
serta analisis gugus fungsi pada arang dengan spektrofotometer FTIR.
Sesudah dilakukan karakterisasi, arang aktif digunakan untuk adsorpsi fenol. Fenol
merupakan limbah cair yang berbau khas dan beracun serta menimbulkan iritasi terhadap
kulit (Juliandini dan Trihadiningrum, 2008). Dengan melakukan variasi konsentrasi fenol
maka dapat diketahui kapasitas adsorpsi maksimum dari arang aktif terhadap fenol. Kapasitas
adsorpsi maksimum dari arang aktif dapat dihitung menggunakan isotherm Langmuir.
METODE PENELITIAN
1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: arang tempurung kelapa, arang
tempurung kelapa sawit, asam sulfat p.a, asam fosfat p.a, natrium tiosulfat (Na2S2O3.5H2O)
p.a, natrium karbonat (Na2CO3) p.a, kalium iodida p.a, larutan HCl p.a, larutan I2 p.a,
indikator amilum p.a, fenol (C6H5OH) p.a, akuades.
2. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: buret 50 mL, beker gelas 100
mL pyrex, gelas ukur 10 mL, indikator pH, labu takar 100 mL dan 500 mL pyrex, erlenmeyer
100 mL pyrex, botol reagen, pipet ukur 25 mL, karet penghisap, corong gelas, furnace, cawan
porselin, pengaduk gelas, timbangan analitik Mettler Toledo AT 200, magnetic stirer, kertas
saring, ayakan lolos 100 mesh Fischer, pemanas listrik, botol semprot, gelas arloji, pipet
tetes, statif, oven, spektrofotometer FTIR Shimadzu Prestige-21, dan spektrofotometer UVVis
Limited T 60 U.
3. Metode kerja
1. Pembuatan arang tempurung
Tempurung kelapa dibakar dalam kaleng. Pada bagian bawah tempat bahan bakar yang
kemudian di atasnya ditempatkan tempurung kelapa yang akan diarangkan. Pada bagian
bawah kaleng diberi 4-5 lubang untuk tempat masuknya oksigen pada waktu awal proses
pembakaran dan bagian atas terdapat 1 lubang sebagai tempat keluarnya asap pembakaran.
3
2. Pembuatan arang aktif
Sebanyak 50 gram arang tempurung yang lolos 100 mesh masing-masing direndam
dalam 100 mL H2SO4 4M dan H3PO4 4M selama 10 jam. Kemudian campuran tersebut
disaring dan dicuci dengan akuades. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu sekitar
110 oC selama 3 jam. Setelah itu didinginkan dalam desikator. Hasil arang aktif tersebut
sebelum digunakan sebagai adsorben terlebih dahulu dikarakterisasi meliputi kadar air, kadar
abu, daya adsorpsi terhadap iod dan analisis gugus fungsi pada arang aktif tersebut.
3. Karakterisasi Arang aktif
a. Penentuan kadar air
Sebanyak 1 gram arang aktif ditimbang dan sebagai massa mula-mula (a), dipanaskan
dalam oven pada suhu 110 ± 2 oC selama 3 jam. Selanjutnya dimasukkan dalam desikator
hingga kering dan diperoleh massa yang konstan (b).
b. Penentuan kadar abu
Sebanyak 1 gram arang aktif ditimbang dan dianggap massa mula-mula (a),
dipanaskan pada suhu 600 oC selama 4 jam. Setelah pemanasan selesai, tutup furnace dibuka
selama 1 menit untuk menyempurnakan proses pengabuan. Selanjutnya dimasukkan dalam
desikator hingga kering dan diperoleh massa yang konstan sebagai massa abu (b).
c. Penentuan daya adsorpsi arang aktif terhadap iod
Sebanyak 1 gram arang aktif ditimbang dan dikeringkan pada suhu 110 oC selama 3
jam. Kemudian dilakukan pendinginan dalam desikator. Selanjutnya ditambahkan 50 mL
larutan iod 0,1 N dan diaduk dengan magnetic stirer selama 15 menit. Campuran disaring dan
diambil sebanyak 10 mL filtrat. Kemudian filtrat dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N
sampai warna kuning berkurang. Selanjutnya ditambahkan beberapa tetes indikator amilum
1% dan dititrasi kembali sampai larutan tidak berwarna. Titrasi juga dilakukan untuk larutan
blanko yaitu titrasi terhadap larutan iod tanpa penambahan arang aktif.
d. Analisis gugus fungsi pada arang aktif
Analisis gugus fungsi arang aktif tempurung kelapa dilakukan di Laboratorium Kimia
Organik F.MIPA Universitas Gadjah Mada.
4. Adsorpsi fenol oleh arang aktif
Sebanyak 0,5 gram arang aktif dicampurkan dalam 25 mL larutan fenol dengan variasi
konsentrasi 100, 200, 300, 400, dan 500 ppm. Kemudian campuran ini diaduk dengan
magnetic stirrer selama 60 menit (El Hanafi et al, 2007; Amin et al, 2005). Setelah selesai
campuran tersebut disaring, filtrat kemudian dianalisis konsentrasi fenol yang tersisa dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum yaitu 210 nm.
HASIL PENELITIAN
Aktivasi arang tempurung telah dilakukan dengan metode aktivasi secara kimia.
Metode ini dilakukan dengan merendam arang tempurung dalam aktivator yaitu H2SO4 dan
H3PO4. Arang aktif yang diperoleh di karakterisasi meliputi kadar air, kadar abu, daya
adsorpsi arang aktif terhadap iod dan gugus fungsi. Selanjutnya arang aktif digunakan untuk
adsorpsi fenol.
4
4.1 Tahap aktivasi arang tempurung kelapa
Proses aktivasi merupakan hal yang penting dalam pembuatan arang aktif. Melalui
proses aktivasi arang akan memiliki daya adsorpsi yang semakin meningkat, karena arang
hasil karbonasi biasanya masih mengandung zat yang masih menutupi pori-pori permukaan
arang. Zat yang menutupi pori dihilangkan dengan menggunakan aktivator H2SO4 dan
H3PO4. Pada saat perendaman larutan H2SO4 dan H3PO4 akan teradsorpsi oleh arang yang
akan melarutkan tar dan mineral anorganik. Hilangnya zat tersebut dari permukaan arang
aktif akan menyebabkan semakin besar pori dari arang aktif (Subadra dkk, 2005). Besarnya
pori arang aktif berakibat meningkatnya luas permukaan arang aktif. Hal ini akan
meningkatkan kemampuan adsorpsi dari arang aktif.
Kemampuan adsorpsi arang aktif juga dipengaruhi oleh adanya gugus aktif dari arang
aktif. Aktivasi dengan aktivator H2SO4 dan H3PO4 memberikan pengaruh terhadap kadar
gugus aktif pada arang aktif, hal ini dibuktikan semakin turun persentase transmitansi dari
spektra FTIR pada arang aktif setelah diaktivasi (lampiran E). Peningkatan gugus aktif terjadi
karena adanya reaksi ion exchange (Viswanathan et.al, 2009), dimana gugus PO4 dan SO4
yang menempel pada arang aktif digantikan oleh gugus OH pada pencucian dengan akuades.
Adanya gugus OH ini menyebabkan permukaan arang aktif bersifat hidrofilik sehingga
molekul-molekul polar (senyawa organik) seperti fenol akan berinteraksi lebih kuat daripada
molekul-molekul non polar (Newcombe dan Drikas, 1997).
4.2 Pengaruh Asam Sebagai Aktivator Terhadap Karakteristik Arang Aktif
1. Kadar air
Salah satu sifat kimia dari arang aktif yang mempengaruhi kualitas arang aktif yaitu
kadar air. Pengujian kadar air dilakukan dengan memanaskan arang aktif dalam oven pada
suhu 110 ± 2 oC selama 3 jam. Dari pemanasan tersebut diharapkan air yang terkandung
dalam arang akan menguap secara maksimal. Berikut hasil pengukuran kadar air arang aktif
tempurung kelapa terlihat pada tabel 4.1.
TabeL 4.1 Hasil analisis kadar air
Jenis arang
Kadar air (%)
sebelum
aktivasi
sesudah aktivasi
H2SO4 H3PO4
Arang tempurung kelapa 8,68 3,43 3,35
Arang tempurung kelapa sawit 9,04 6,18 6,11
Dari tabel 4.1 terlihat pada arang tempurung kelapa maupun arang tempurung kelapa
sawit mengalami penurunan kadar air sesudah diaktivasi. Hasil kadar air untuk arang
tempurung kelapa sebelum aktivasi sebesar 8,68%. Sesudah dilakukan aktivasi kadar air
arang tempurung kelapa sebesar 3,43% dan 3,35% berturut-turut untuk arang tempurung
kelapa yang diaktivasi dengan H2SO4 dan H3PO4. Sedangkan kadar air untuk arang
tempurung kelapa sawit sebelum aktivasi sebesar 9,04% menjadi 6,18% untuk yang
diaktivasi dengan aktivator H2SO4 dan 6,11% untuk aktivator H3PO4.
5
Penurunan kadar air sangat erat hubungannya dengan sifat higrokopis dari aktivator
H2SO4 dan H3PO4. Terikatnya molekul air yang ada pada arang aktif oleh aktivator
menyebabkan pori-pori pada arang aktif semakin besar. Semakin besar pori-pori maka luas
permukaan arang aktif semakin bertambah. Bertambahnya luas permukaan ini mengakibatkan
semakin meningkatnya kemampuan adsorpsi dari arang aktif. Meningkatnya kemampuan
adsorpsi dari arang aktif maka semakin baik kualitas dari arang aktif tersebut.
2. Kadar abu
Selain kadar air, parameter lain yang juga mempengaruhi kualitas arang aktif adalah
kadar abu. Kadar abu akan mempengaruhi kualitas arang aktif sebagai adsorben. Pengujian
kadar abu dilakukan dengan memanaskan arang aktif dalam furnace pada suhu 600 oC selama
4 jam. Hasil yang diperoleh adalah abu yang berupa oksida-oksida logam yang terdiri dari
mineral yang tidak dapat menguap pada proses pengabuan. Hasil analisis menunjukkan pada
kedua aktivator, H2SO4 dan H3PO4 terjadi penurunan kadar abu baik pada arang tempurung
kelapa maupun arang tempurung kelapa sawit. Penurunan kadar abu disebabkan faktor
aktivator asam yang dapat melarutkan logam dan oksida logam (Chang, 2005). Berikut hasil
analisis kadar abu terlihat pada tabel 4.2.
TabeL 4.2 Hasil analisis kadar abu
Jenis arang
Kadar abu (%)
sebelum
aktivasi
sesudah aktivasi
H2SO4 H3PO4
Arang tempurung kelapa 3,49 0,58 0,62
Arang tempurung kelapa sawit 5,03 1,10 0,98
Arang aktif terdiri dari lapisan-lapisan bertumpuk satu sama lain yang membentuk
pori. Dimana pada pori-pori arang biasanya terdapat pengotor yang berupa mineral anorganik
dan oksida logam yang menutupi pori. Selama proses aktivasi, pengotor tersebut larut dalam
aktivator sehingga menyebabkan pori-pori semakin besar. Hal ini mengakibatkan semakin
besar luas permukaan dari arang aktif yang diikuti semakin baik kualitas dari arang aktif.
3. Penentuan daya adsorpsi arang aktif terhadap iod
Parameter yang dapat menunjukkan kualitas arang aktif adalah daya adsorpsi arang
aktif terhadap larutan iod. Daya adsorpsi arang aktif terhadap iod memiliki korelasi dengan
luas permukaan dari arang aktif. Dimana semakin besar angka iod maka semakin besar
kemampuan dalam mengadsorpsi adsorbat atau zat terlarut (Subadra dkk, 2005). Salah satu
metode yang digunakan dalam analisis daya adsorpsi arang aktif terhadap iod adalah dengan
metode titrasi iodometri. Kereaktifan dari arang aktif dapat dilihat dari kemampuannya
mengadsorpsi substrat. Daya adsorpsi tersebut dapat ditunjukkan dengan besarnya angka iod
(iodine number) yaitu angka yang menunjukkan seberapa besar adsorben dapat mengadsorpsi
iod. Semakin besar nilai angka iod maka semakin besar pula daya adsorpsi dari adsorben.
Penambahan larutan iod 0,1 N berfungsi sebagai adsorbatnya yang akan diserap oleh
arang aktif sebagai adsorbennya. Terserapnya larutan iod ditunjukkan dengan adanya
pengurangan konsentrasi larutan iod. Pengukuran konsentrasi iod sisa dapat dilakukan
6
dengan menitrasi larutan iod dengan natrium tiosulfat 0,1 N dan indikator yang digunakan
yaitu amilum. Titik akhir terjadi bila warna dari iod hilang saat dititrasi dengan natrium
tiosulfat (Harjadi, 1993).
Reaksi yang terjadi:
I2 + 2 S2O3
-2 2 I- + S4O6
-2
Tabel 4.3 Hasil analisis daya adsorpsi arang aktif pada iod
Jenis arang
Daya adsorpsi terhadap iod (mg/g)
sebelum
aktivasi
sesudah aktivasi
H2SO4 H3PO4
Arang tempurung kelapa 888,3 1243,6 1275,3
Arang tempurung kelapa sawit 869,3 1192,9 1199,2
Proses perendaman dengan aktivator pada dasarnya dilakukan untuk mengurangi
kadar tar, sebagai akibatnya pori-pori pada arang aktif semakin besar atau dengan kata lain
luas permukaan arang aktif semakin bertambah. Semakin luas permukaan arang aktif maka
semakin tinggi daya adsorpsinya. Hal tersebut dibuktikan dengan semakin meningkatnya
daya adsorpsi arang terhadap iod.
Pada arang tempurung kelapa, daya adsorpsi arang terhadap iod yang semula 888,3
mg/g bertambah menjadi sebesar 1243,6 mg/g untuk aktivator H2SO4 sedangkan aktivator
H3PO4 sebesar 1275,3 mg/g (tabel 4.3). Peningkatan juga terjadi pada arang tempurung
kelapa sawit, daya adsorpsi arang terhadap iod yang semula 869,3 mg/g bertambah menjadi
sebesar 1192,9 mg/g untuk aktivator H2SO4 sedangkan aktivator H3PO4 sebesar 1199,2 mg/g.
Dari hasil tersebut terlihat bahwa arang tempurung kelapa dan arang tempurung
kelapa sawit yang diaktivasi dengan H3PO4 memiliki daya adsorpsi terhadap iod yang lebih
besar dibandingkan dengan yang diaktivasi dengan H2SO4. Kecilnya daya adsorpsi terhadap
iod arang yang diaktivasi dengan H2SO4, dapat disebabkan rusaknya dinding struktur dari
arang tersebut. Hal tersebut akan berakibat pada daya adsorpsi terhadap iod semakin kecil
(Lua dan Yang, 2004).
4. Analisis gugus fungsi pada arang aktif
Sifat adsorpsi arang aktif tidak hanya ditentukan oleh ukuran pori tetapi juga
dipengaruhi oleh komposisi kimia dari arang aktif berupa gugus fungsi yang merupakan
gugus aktif dari arang aktif (Hendra,1983). Penentuan gugus aktif arang aktif dilakukan
dengan menggunakan spektrofotometer FTIR. Hasil analisis gugus fungsi dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
7
Gambar 1. Spektra FTIR: a) arang tempurung kelapa, b) arang tempurung kelapa aktivasi
asam sulfat, c) arang tempurung kelapa aktivasi asam fosfat.
Gambar 2. Spektra FTIR: a) arang tempurung kelapa sawit, b) arang tempurung kelapa saawit
aktivasi asam sulfat, c) arang tempurung kelapa sawit aktivasi asam fosfat.
a) b)
c)
a) b)
c)
8
Dari spektra FTIR arang temprung kelapa, menginformasikan adanya pita serapan
pada bilangan gelombang 3433,29-3425,58 cm-1 muncul vibrasi ulur pada gugus O-H.
Vibrasi ini didukung pita serapan pada bilangan gelombang 1165,0-1111,0 cm-1 yang
merupakan vibrasi C-O. Pada bilangan gelombang 1620,35-1581,63 cm-1 merupakan vibrasi
C=C. Pada spektra arang tempurung kelapa-aktivasi H2SO4 muncul bilangan gelombang pada
1381,03 cm-1 yang mengindikasikan adanya sulfat. Sedang pada spektra arang tempurung
kelapa-aktivasi H3PO4 muncul serapan pada bilangan gelombang 1249,87 cm-1 yang
merupakan vibrasi dari fosfat. Adanya sulfat dan fosfat pada arang aktif menginformasikan
bahwa kedua aktivator tidak dapat dihilangkan dengan pencucian akuades (Guo dan
Rockstraw, 2007).
Sedangkan pada spektra FTIR arang tempurung kelapa sawit memberikan pita
serapan pada bilangan gelombang 3433,29-3425,58 cm-1 terlihat vibrasi gugus O-H. Vibrasi
ini didukung pita serapan pada bilangan gelombang 1123,43-1103,28 cm-1 yang merupakan
vibrasi C-O. Selain itu juga muncul serapan pada bilangan gelombang 1620,21-1604,77 cm-1
merupakan vibrasi C=C. Pada spektra arang tempurung kelapa sawit aktivasi H2SO4 juga
muncul serapan sulfat pada bilangan gelombang 1404,18 cm-1. Dari kedua gambar spektra
FTIR diketahui bahwa arang aktif memiliki gugus aktif hidroksil (OH).
4.3. Adsorpsi fenol oleh arang aktif dengan variasi konsentrasi
Arang aktif yang telah dihasilkan kemudian diaplikasikan untuk adsorpsi fenol.
Proses adsorpsi fenol dilakukan dengan mencampurkan 0,5 gram arang aktif dalam 25 mL
larutan fenol selama 60 menit. Adapun konsentrasi fenol yang digunakan adalah 100,
200,300,400, dan 500 mg/L. Variasi konsentrasi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
arang aktif hasil aktivasi dalam mengadsorpsi fenol. Hasil adsorpsi fenol mengalami
peningkatan sebanding dengan peningkatan konsentrasi awal larutan fenol. Hasil dari
adsorpsi fenol dengan arang aktif diperlihatkan pada tabel4.4 dan 4.5.
Tabel 4.4 Hasil adsorpsi arang aktif dari arang tempurung kelapa pada berbagai konsentrasi
fenol
Jenis Aktivator C awal (mg/L) Ce (mg/L) C adsorpsi (mg/L)
H2SO4 100 13,6 86,4
200 42,9 157,1
300 83,9 216,0
400 117,9 282,1
500 159,2 340,8
H3PO4 100 14,1 85,9
200 40,9 159,1
300 72,2 227,8
400 109,1 290,9
500 148,4 351,6
9
Tabel 4.5 Hasil adsorpsi arang aktif dari arang tempurung kelapa sawit pada berbagai
konsentrasi fenol
Jenis Aktivator C awal (mg/L) Ce (mg/L) C adsorpsi (mg/L)
H2SO4 100 11,8 88,2
200 34,7 165,2
300 84,5 215,5
400 101,5 298,5
500 154,0 345,9
H3PO4 100 10,6 89,4
200 36,9 163,1
300 71,5 228,5
400 88,9 311,0
500 142,2 357,8
Pada tabel diatas terlihat bahwa semakin besar konsentrasi fenol maka kemampuan
adsorpsi arang aktif semakin meningkat (Amin, 2005). Hal ini disebabkan semakin besar
konsentrasi fenol, semakin banyak molekul fenol yang berinteraksi dengan arang aktif.
Variasi konsentrasi dilakukan untuk mengetahui kapasitas adsorpsi maksimum arang aktif
dalam mengadsorpsi fenol. Kapasitas adsorpsi maksimum dapat diartikan sebagai banyaknya
jumlah adsorbat (fenol) yang dapat diadsorpsi tiap gram arang aktif (Somboon, 2001).
Kapasitas adsorpsi maksimum dapat diperoleh dari grafik isoterm adsorpsi Langmuir. Grafik
hasil isoterm adsorpsi Langmuir fenol pada arang tempurung kelapa maupun arang
tempurung kelapa sawit untuk tiap aktivator dapat dilihat pada gambar 4.1 dan 4.2.
Dari hasil perhitungan persamaan grafik isoterm adsorpsi diperoleh kapasitas adsorpsi
maksimum pada arang tempurung kelapa dan arang tempurung kelapa sawit yang diaktivasi
dengan H3PO4 lebih besar daripada yang diaktivasi dengan H2SO4. Secara jelas dapat dilihat
pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Kapasitas adsorpsi maksimum arang aktif terhadap fenol
Jenis arang Kapasitas adsorpsi maksimum (mg/g)
H2SO4 H3PO4
Arang tempurung kelapa 24,390 27,027
Arang tempurung kelapa sawit 23,256 25,641
Kapasitas adsorpsi maksimum arang yang diaktivasi dengan H3PO4 lebih besar karena
memiliki karakteristik kadar air, kadar abu, daya adsorpsi terhadap iod yang lebih baik
dibandingkan dengan arang yang diaktivasi dengan H2SO4. Semakin baik karakteristik dari
arang aktif maka kemampuan adsorpsi semakin meningkat.
10
KESIMPULAN
1. Arang tempurung kelapa dan arang tempurung kelapa sawit yang diaktivasi dengan
H3PO4 memiliki karakteristik kadar air, kadar abu dan daya adsorpsi terhadap iod lebih
baik dibandingkan arang yang diaktivasi dengan H2SO4.
2. Dari analisis spektrofotmeter FTIR, kedua arang aktif memiliki gugus fungsi yang sama
yaitu gugus hidroksil (-OH).
3. Kapasitas adsorpsi maksimum terhadap fenol arang tempurung kelapa aktivasi H2SO4
dan H3PO4 berturut-turut sebesar 24,390 mg/g dan 27,027mg/g. Sedang untuk arang
tempurung kelapa sawit aktivasi H2SO4 dan H3PO4 berturut-turut sebesar 23,256 mg/g
dan 25,641 mg/g.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, N.A.S., Singh, H.K.M., dan Rashid, M., 2005, Removal of Phenol and COD via
Catalytic Treatment using Activated Carbon and Alumina with Ozone, J. of Industrial
Technology, Vol. 14(2), 175-182.
Agustian, A., Friyatno S., Supadi dan Askin A., 2003, Analisis Pengembangan Agroindustri
Komoditas Perkebunan Rakyat (Kopi Dan Kelapa) Dalam Mendukung Peningkatan
Daya Saing Sektor Pertanian, Makalah seminar hasil penelitian Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Bogor.
Allorerung, D., dan Lay A., 1998, Kemungkinan Pengembangan Pengolahan Buah Kelapa
Secara Terpadu Skala Pedesaan, Prosiding Konperensi Nasional Kelapa IV, Bandar
Lampung 21 – 23 April.
Anonim, 2002, Arang Aktif dari Tempurung Kelapa, Pusat Dokumentasi dan Informasi LIPI,
Jakarta.
, 2005, Adsorption Parameter of Activated Carbon (AC 101), www.carbochem.com
Chang, R., 2005, Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti, jilid 2, edisi ketiga, Erlangga, Jakarta.
Clesceri, L.S., 1998, Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater,
second edition, London.
DeMarco, J. 1998. Experiences in Operating a Fill-Scale GAC System With On-Site
Reactivation, American Chemical Society Book, New York.
El Hanafi, N., Boumakhla, M.A., Berrama, T., dan Bendjama, Z., 2007, Elimination of
Phenol by Adsorption on Activated Carbon Prepared from The Peach Cores:
Modelling and Optimisation, J. Desalination 223: 264-268
Fessenden, R.J., dan Fessenden J.S., 1997, Kimia Organik, Terjemahan A. Hadyana
Pudjaatmaka dari Organic Chemistry (1986), Edisi Ketiga, Jilid 1, Erlangga, Jakarta.
, 1999, Kimia Organik, Terjemahan A. Hadyana Pudjaatmaka dari Organic
Chemistry (1986), Edisi Ketiga, Jilid 2, Erlangga, Jakarta.
11
Gaol, Lestari D.L., 2001, Studi Awal Pemanfaatan Beberapa Jenis Karbon Aktif Sebagai
Adsorben, Seminar, Jurusan Gas dan Petrokimia, FTUI, Depok.
Guo, Y., dan Rockstraw, D.A., 2007, Physicochemical Properties of Carbons Prepared from
Pecan Shell by Phosphoric Acid Activation, Bioresour, Technol, 98(8): 1513-1521.
Harjadi, W., 1993, Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Hendayana, S., Kadarohman, A., Sumarna, AA., dan Supriatna, A., 1994, Kimia Analitik
Instrumen, IKIP Semarang Press, Semarang.
Hendra, D., dan Pari, G., 1983, Pembuatan Arang Aktif dari Tandan Kosong Kelapa Sawit,
Buletin Penelitian Hasil Hutan, Jakarta.
Jankowska, H., Swatkowski, A. dan Choma, J., 1991, Active Carbon, Ellis Horwood, New
York.
Juliandini, F. dan Trihadiningrum, Y., 2008, Uji Kemampuan Karbon Aktif dari Limbah kayu
dalam Sampah Kota untuk Penyisihan Fenol, Prosiding Seminar Nasional Manajemen
Teknologi VII, Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari.
Kvech, S. dan Tull, E., 1998, Activated Carbon in Water Treatment Primer, Environmental
Information Management Civil Engineering Dept, Virginia Technology.
Lua, A.C, dan Yang, T., 2004, Effect of Activated Temperature on The Textural and
Chemical Properties of Potassium Hydroxide Activated Carbon Prepared from
Pistachio-Nut Shell, J. Coll. Interf. Sc. 274: 594-601.
Mc Cabe, 1993, Operasi Teknik Kimia, Jilid 2, Erlangga, Jakarta.
Moore, W.J., 1974, Physical Chemistry, edisi 4 Prentice Hall Inc, Indiana.
Newcombe G., dan Drikas M., 1997, Adsorption of NOM Onto Activated Carbon:
Electrostatic and Non-electrostatic Effects. J. of Carbon 35(9): 1239-1250.
Othmer, K., 1993, Encyclopedia of Chemical Technology, fourth edition, A Wiley-
Interscience Publication.
Palungkun, R., 2003, Aneka Produk Olahan Kelapa, Cetakan ke Sembilan, Penebar Swadaya,
Jakarta.
Skoog, D.A., dan West, D.M., 1991, Fundamentals of Analytical Chemistry, Seventh Edition,
Saunders College Publishing, USA.
Somboon, W., Mutitamongkol, P., & Tanpaiboonkul, P., 2001, Removal Of Colored
Wastewater Generated From Hand-Made Textile Weaving Industry, Departement of
Chemistry, Faculty Science, King Mongkut University of Tecnology.
Subadra, I., Bambang S., dan Iqmal T., 2005, Pembuatan Karbon Aktif dari Tempurung
Kelapa dengan Aktivator (NH4)HCO3 sebagai Adsorben untuk Pemurnian Virgin
Coconut Oil, Skripsi jurusan Kimia FMIPA UGM, Yogyakarta.
12
Supranto, 1996, Pemakaian Filter Karbon Dalam Penyediaan Air Minum, Jurnal Ilmiah
STTL “YLH”, Yogyakarta.
Triyana, M. dan Sarma, T., 2003, Arang Aktif (Pengenalan dan Proses Pembuatanya),
Jurusan Teknik Industri, Universitas Sumatra Utara.
Viswanathan,B., Neel, P.I., dan Varadarajan, T.K., 2009, Methods of Activation and Specific
Applications of Carbon Materials, Department of Chemistry, Indian Institute of
Technology Madras.
Yagsi, N.U., 2004, Production and Characterization of Activated Carbon from Apricot
stones, The Department of Chemical Engineering, Middle East Technical University.
ASAM SULFAT DAN ASAM FOSFAT UNTUK ADSORPSI FENOL
ABSTRAK
Aktivasi arang tempurung kelapa telah dilakukan dengan asam sulfat dan asam fosfatdengan waktu perendaman 10 jam. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik
kadar air, kadar abu, daya adsorpsi terhadap iod, dan gugus fungsi pada arang aktif dari arang
tempurung hasil aktivasi dan menentukan kapasitas adsorpsi maksimum arang aktif dari
arang tempurung dalam adsorpsi fenol. Arang yang digunakan berasal dari arang tempurung
kelapa dan arang tempurung kelapa sawit. Selain dikarakterisasi, arang aktif dimanfaatkan
untuk adsorpsi fenol dengan waktu kontak selama 60 menit dan variasi konsentrasi fenol dari
100-500 mg/L. Hasil penelitaian menunjukkan bahwa arang aktif yang mempunyai
karaktereistik terbaik adalah arang tempurung kelapa yang diaktivasi dengan asam fosfat
dengan kadar air 3,35 %; kadar abu 0,62 % dan daya adsorpsi terhadap iod 1275,3 mg/g.
Analisis gugus fungsi menunjukkan adanya gugus hidroksil (-OH) sebagai gugus aktif pada
arang aktif. Kapasitas adsorpsi maksimum terbaik arang aktif terhadap fenol sebesar 27,027
mg/g oleh arang tempurung kelapa yang diaktivasi dengan asam fosfat.
Kata Kunci : arang aktif, arang tempurung kelapa, asam sulfat, asam fosfat, fenol
PENDAHULUAN
Produksi buah kelapa Indonesia rata-rata 15,5 milyar butir/tahun atau setara dengan
3,02 juta ton kopra, 3,75 juta ton air, 0,75 juta ton tempurung kelapa, 1,8 juta ton serat sabut
dan 3,3 juta ton debu sabut (Agustian et al., 2003; Allorerung dan Lay, 1998). Tempurung
kelapa potensi sebagai bahan baku dari arang aktif, dimana mempunyai daya adsorpsi yang
tinggi terhadap bahan yang berbentuk larutan atau uap (Anonim, 2002).
Arang aktif dapat dibuat melalui dua tahap, yaitu tahap karbonasi dan aktivasi (Kvech
dan Tull, 1998). Karbonasi merupakan proses pengarangan dalam ruangan tanpa adanya
oksigen dan bahan kimia lainnya, sedangkan aktivasi diperlukan untuk mengubah hasil
karbonisasi menjadi adsorben yang memiliki luas permukaan yang besar (Jankowska et al.
1991). Aktivasi adalah perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori
yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul permukaan
sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika atau kimia, yaitu luas permukaannya
bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi (Triyana dan Tuti, 2003).
Aktivasi dibagi menjadi dua yaitu aktivasi fisika dan aktivasi kimia. Aktivasi fisika
dapat didefinisikan sebagai proses memperluas pori dari arang aktif dengan bantuan panas,
uap dan gas CO2. Sedangkan aktivasi kimia merupakan aktivasi dengan pemakaian bahan
kimia yang dinamakan aktivator. Aktivator yang sering digunakan adalah hidroksida logam
alkali, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan khususnya ZnCl2, asam-asam
anorganik seperti H2SO4 dan H3PO4 (Triyana dan Tuti, 2003).
2
Penelitian tentang arang aktif telah banyak dilakukan, salah satunya adalah arang aktif
yang dibuat dari kayu. Dimana pada penelitian tersebut digunakan aktivator ZnCl2. Hasil
penelitian memberikan karakteristik kadar abu sebesar 1,55%, kadar air 4,81% dan kapasitas
adsorpsi maksimum terhadap fenol sebesar 20,95 mg/g (Juliandini dan Trihadiningrum,
2008).
Aktivasi arang tempurung kelapa menggunakan aktivator (NH4)HCO3 juga pernah
dilakukan, dimana konsentrasi aktivator divariasi dan arang direndam selama 10 jam. Hasil
penelitian tersebut memberikan kualitas arang terbaik pada konsentrasi aktivator 2,5%. Pada
konsentrasi tersebut diperoleh kadar abu 3,18%, kadar air 1,95%, kadar zat mudah menguap
17,7% dan daya adsorpsi terhadap iod sebesar 304,88 mg/g (Subadra dkk, 2005).
Pada penelitian ini akan dilakukan aktivasi arang tempurung kelapa dan arang
tempurung kelapa sawit dengan aktivator asam. Adapun asam yang digunakan dalam
penelitian ini adalah asam sulfat (H2SO4), dan asam fosfat (H3PO4). Penggunaan dua jenis
asam berbeda-beda ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan asam dalam memperluas
pori dari arang tempurung yang akan berpengaruh terhadap daya adsorpsi dari arang tersebut.
Untuk mengetahui pengaruh dari kedua aktivator tersebut maka dilakukan karakterisasi
terhadap arang yang meliputi kadar air, kadar abu, daya adsorpsi arang aktif terhadap iod
serta analisis gugus fungsi pada arang dengan spektrofotometer FTIR.
Sesudah dilakukan karakterisasi, arang aktif digunakan untuk adsorpsi fenol. Fenol
merupakan limbah cair yang berbau khas dan beracun serta menimbulkan iritasi terhadap
kulit (Juliandini dan Trihadiningrum, 2008). Dengan melakukan variasi konsentrasi fenol
maka dapat diketahui kapasitas adsorpsi maksimum dari arang aktif terhadap fenol. Kapasitas
adsorpsi maksimum dari arang aktif dapat dihitung menggunakan isotherm Langmuir.
METODE PENELITIAN
1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: arang tempurung kelapa, arang
tempurung kelapa sawit, asam sulfat p.a, asam fosfat p.a, natrium tiosulfat (Na2S2O3.5H2O)
p.a, natrium karbonat (Na2CO3) p.a, kalium iodida p.a, larutan HCl p.a, larutan I2 p.a,
indikator amilum p.a, fenol (C6H5OH) p.a, akuades.
2. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: buret 50 mL, beker gelas 100
mL pyrex, gelas ukur 10 mL, indikator pH, labu takar 100 mL dan 500 mL pyrex, erlenmeyer
100 mL pyrex, botol reagen, pipet ukur 25 mL, karet penghisap, corong gelas, furnace, cawan
porselin, pengaduk gelas, timbangan analitik Mettler Toledo AT 200, magnetic stirer, kertas
saring, ayakan lolos 100 mesh Fischer, pemanas listrik, botol semprot, gelas arloji, pipet
tetes, statif, oven, spektrofotometer FTIR Shimadzu Prestige-21, dan spektrofotometer UVVis
Limited T 60 U.
3. Metode kerja
1. Pembuatan arang tempurung
Tempurung kelapa dibakar dalam kaleng. Pada bagian bawah tempat bahan bakar yang
kemudian di atasnya ditempatkan tempurung kelapa yang akan diarangkan. Pada bagian
bawah kaleng diberi 4-5 lubang untuk tempat masuknya oksigen pada waktu awal proses
pembakaran dan bagian atas terdapat 1 lubang sebagai tempat keluarnya asap pembakaran.
3
2. Pembuatan arang aktif
Sebanyak 50 gram arang tempurung yang lolos 100 mesh masing-masing direndam
dalam 100 mL H2SO4 4M dan H3PO4 4M selama 10 jam. Kemudian campuran tersebut
disaring dan dicuci dengan akuades. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu sekitar
110 oC selama 3 jam. Setelah itu didinginkan dalam desikator. Hasil arang aktif tersebut
sebelum digunakan sebagai adsorben terlebih dahulu dikarakterisasi meliputi kadar air, kadar
abu, daya adsorpsi terhadap iod dan analisis gugus fungsi pada arang aktif tersebut.
3. Karakterisasi Arang aktif
a. Penentuan kadar air
Sebanyak 1 gram arang aktif ditimbang dan sebagai massa mula-mula (a), dipanaskan
dalam oven pada suhu 110 ± 2 oC selama 3 jam. Selanjutnya dimasukkan dalam desikator
hingga kering dan diperoleh massa yang konstan (b).
b. Penentuan kadar abu
Sebanyak 1 gram arang aktif ditimbang dan dianggap massa mula-mula (a),
dipanaskan pada suhu 600 oC selama 4 jam. Setelah pemanasan selesai, tutup furnace dibuka
selama 1 menit untuk menyempurnakan proses pengabuan. Selanjutnya dimasukkan dalam
desikator hingga kering dan diperoleh massa yang konstan sebagai massa abu (b).
c. Penentuan daya adsorpsi arang aktif terhadap iod
Sebanyak 1 gram arang aktif ditimbang dan dikeringkan pada suhu 110 oC selama 3
jam. Kemudian dilakukan pendinginan dalam desikator. Selanjutnya ditambahkan 50 mL
larutan iod 0,1 N dan diaduk dengan magnetic stirer selama 15 menit. Campuran disaring dan
diambil sebanyak 10 mL filtrat. Kemudian filtrat dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N
sampai warna kuning berkurang. Selanjutnya ditambahkan beberapa tetes indikator amilum
1% dan dititrasi kembali sampai larutan tidak berwarna. Titrasi juga dilakukan untuk larutan
blanko yaitu titrasi terhadap larutan iod tanpa penambahan arang aktif.
d. Analisis gugus fungsi pada arang aktif
Analisis gugus fungsi arang aktif tempurung kelapa dilakukan di Laboratorium Kimia
Organik F.MIPA Universitas Gadjah Mada.
4. Adsorpsi fenol oleh arang aktif
Sebanyak 0,5 gram arang aktif dicampurkan dalam 25 mL larutan fenol dengan variasi
konsentrasi 100, 200, 300, 400, dan 500 ppm. Kemudian campuran ini diaduk dengan
magnetic stirrer selama 60 menit (El Hanafi et al, 2007; Amin et al, 2005). Setelah selesai
campuran tersebut disaring, filtrat kemudian dianalisis konsentrasi fenol yang tersisa dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum yaitu 210 nm.
HASIL PENELITIAN
Aktivasi arang tempurung telah dilakukan dengan metode aktivasi secara kimia.
Metode ini dilakukan dengan merendam arang tempurung dalam aktivator yaitu H2SO4 dan
H3PO4. Arang aktif yang diperoleh di karakterisasi meliputi kadar air, kadar abu, daya
adsorpsi arang aktif terhadap iod dan gugus fungsi. Selanjutnya arang aktif digunakan untuk
adsorpsi fenol.
4
4.1 Tahap aktivasi arang tempurung kelapa
Proses aktivasi merupakan hal yang penting dalam pembuatan arang aktif. Melalui
proses aktivasi arang akan memiliki daya adsorpsi yang semakin meningkat, karena arang
hasil karbonasi biasanya masih mengandung zat yang masih menutupi pori-pori permukaan
arang. Zat yang menutupi pori dihilangkan dengan menggunakan aktivator H2SO4 dan
H3PO4. Pada saat perendaman larutan H2SO4 dan H3PO4 akan teradsorpsi oleh arang yang
akan melarutkan tar dan mineral anorganik. Hilangnya zat tersebut dari permukaan arang
aktif akan menyebabkan semakin besar pori dari arang aktif (Subadra dkk, 2005). Besarnya
pori arang aktif berakibat meningkatnya luas permukaan arang aktif. Hal ini akan
meningkatkan kemampuan adsorpsi dari arang aktif.
Kemampuan adsorpsi arang aktif juga dipengaruhi oleh adanya gugus aktif dari arang
aktif. Aktivasi dengan aktivator H2SO4 dan H3PO4 memberikan pengaruh terhadap kadar
gugus aktif pada arang aktif, hal ini dibuktikan semakin turun persentase transmitansi dari
spektra FTIR pada arang aktif setelah diaktivasi (lampiran E). Peningkatan gugus aktif terjadi
karena adanya reaksi ion exchange (Viswanathan et.al, 2009), dimana gugus PO4 dan SO4
yang menempel pada arang aktif digantikan oleh gugus OH pada pencucian dengan akuades.
Adanya gugus OH ini menyebabkan permukaan arang aktif bersifat hidrofilik sehingga
molekul-molekul polar (senyawa organik) seperti fenol akan berinteraksi lebih kuat daripada
molekul-molekul non polar (Newcombe dan Drikas, 1997).
4.2 Pengaruh Asam Sebagai Aktivator Terhadap Karakteristik Arang Aktif
1. Kadar air
Salah satu sifat kimia dari arang aktif yang mempengaruhi kualitas arang aktif yaitu
kadar air. Pengujian kadar air dilakukan dengan memanaskan arang aktif dalam oven pada
suhu 110 ± 2 oC selama 3 jam. Dari pemanasan tersebut diharapkan air yang terkandung
dalam arang akan menguap secara maksimal. Berikut hasil pengukuran kadar air arang aktif
tempurung kelapa terlihat pada tabel 4.1.
TabeL 4.1 Hasil analisis kadar air
Jenis arang
Kadar air (%)
sebelum
aktivasi
sesudah aktivasi
H2SO4 H3PO4
Arang tempurung kelapa 8,68 3,43 3,35
Arang tempurung kelapa sawit 9,04 6,18 6,11
Dari tabel 4.1 terlihat pada arang tempurung kelapa maupun arang tempurung kelapa
sawit mengalami penurunan kadar air sesudah diaktivasi. Hasil kadar air untuk arang
tempurung kelapa sebelum aktivasi sebesar 8,68%. Sesudah dilakukan aktivasi kadar air
arang tempurung kelapa sebesar 3,43% dan 3,35% berturut-turut untuk arang tempurung
kelapa yang diaktivasi dengan H2SO4 dan H3PO4. Sedangkan kadar air untuk arang
tempurung kelapa sawit sebelum aktivasi sebesar 9,04% menjadi 6,18% untuk yang
diaktivasi dengan aktivator H2SO4 dan 6,11% untuk aktivator H3PO4.
5
Penurunan kadar air sangat erat hubungannya dengan sifat higrokopis dari aktivator
H2SO4 dan H3PO4. Terikatnya molekul air yang ada pada arang aktif oleh aktivator
menyebabkan pori-pori pada arang aktif semakin besar. Semakin besar pori-pori maka luas
permukaan arang aktif semakin bertambah. Bertambahnya luas permukaan ini mengakibatkan
semakin meningkatnya kemampuan adsorpsi dari arang aktif. Meningkatnya kemampuan
adsorpsi dari arang aktif maka semakin baik kualitas dari arang aktif tersebut.
2. Kadar abu
Selain kadar air, parameter lain yang juga mempengaruhi kualitas arang aktif adalah
kadar abu. Kadar abu akan mempengaruhi kualitas arang aktif sebagai adsorben. Pengujian
kadar abu dilakukan dengan memanaskan arang aktif dalam furnace pada suhu 600 oC selama
4 jam. Hasil yang diperoleh adalah abu yang berupa oksida-oksida logam yang terdiri dari
mineral yang tidak dapat menguap pada proses pengabuan. Hasil analisis menunjukkan pada
kedua aktivator, H2SO4 dan H3PO4 terjadi penurunan kadar abu baik pada arang tempurung
kelapa maupun arang tempurung kelapa sawit. Penurunan kadar abu disebabkan faktor
aktivator asam yang dapat melarutkan logam dan oksida logam (Chang, 2005). Berikut hasil
analisis kadar abu terlihat pada tabel 4.2.
TabeL 4.2 Hasil analisis kadar abu
Jenis arang
Kadar abu (%)
sebelum
aktivasi
sesudah aktivasi
H2SO4 H3PO4
Arang tempurung kelapa 3,49 0,58 0,62
Arang tempurung kelapa sawit 5,03 1,10 0,98
Arang aktif terdiri dari lapisan-lapisan bertumpuk satu sama lain yang membentuk
pori. Dimana pada pori-pori arang biasanya terdapat pengotor yang berupa mineral anorganik
dan oksida logam yang menutupi pori. Selama proses aktivasi, pengotor tersebut larut dalam
aktivator sehingga menyebabkan pori-pori semakin besar. Hal ini mengakibatkan semakin
besar luas permukaan dari arang aktif yang diikuti semakin baik kualitas dari arang aktif.
3. Penentuan daya adsorpsi arang aktif terhadap iod
Parameter yang dapat menunjukkan kualitas arang aktif adalah daya adsorpsi arang
aktif terhadap larutan iod. Daya adsorpsi arang aktif terhadap iod memiliki korelasi dengan
luas permukaan dari arang aktif. Dimana semakin besar angka iod maka semakin besar
kemampuan dalam mengadsorpsi adsorbat atau zat terlarut (Subadra dkk, 2005). Salah satu
metode yang digunakan dalam analisis daya adsorpsi arang aktif terhadap iod adalah dengan
metode titrasi iodometri. Kereaktifan dari arang aktif dapat dilihat dari kemampuannya
mengadsorpsi substrat. Daya adsorpsi tersebut dapat ditunjukkan dengan besarnya angka iod
(iodine number) yaitu angka yang menunjukkan seberapa besar adsorben dapat mengadsorpsi
iod. Semakin besar nilai angka iod maka semakin besar pula daya adsorpsi dari adsorben.
Penambahan larutan iod 0,1 N berfungsi sebagai adsorbatnya yang akan diserap oleh
arang aktif sebagai adsorbennya. Terserapnya larutan iod ditunjukkan dengan adanya
pengurangan konsentrasi larutan iod. Pengukuran konsentrasi iod sisa dapat dilakukan
6
dengan menitrasi larutan iod dengan natrium tiosulfat 0,1 N dan indikator yang digunakan
yaitu amilum. Titik akhir terjadi bila warna dari iod hilang saat dititrasi dengan natrium
tiosulfat (Harjadi, 1993).
Reaksi yang terjadi:
I2 + 2 S2O3
-2 2 I- + S4O6
-2
Tabel 4.3 Hasil analisis daya adsorpsi arang aktif pada iod
Jenis arang
Daya adsorpsi terhadap iod (mg/g)
sebelum
aktivasi
sesudah aktivasi
H2SO4 H3PO4
Arang tempurung kelapa 888,3 1243,6 1275,3
Arang tempurung kelapa sawit 869,3 1192,9 1199,2
Proses perendaman dengan aktivator pada dasarnya dilakukan untuk mengurangi
kadar tar, sebagai akibatnya pori-pori pada arang aktif semakin besar atau dengan kata lain
luas permukaan arang aktif semakin bertambah. Semakin luas permukaan arang aktif maka
semakin tinggi daya adsorpsinya. Hal tersebut dibuktikan dengan semakin meningkatnya
daya adsorpsi arang terhadap iod.
Pada arang tempurung kelapa, daya adsorpsi arang terhadap iod yang semula 888,3
mg/g bertambah menjadi sebesar 1243,6 mg/g untuk aktivator H2SO4 sedangkan aktivator
H3PO4 sebesar 1275,3 mg/g (tabel 4.3). Peningkatan juga terjadi pada arang tempurung
kelapa sawit, daya adsorpsi arang terhadap iod yang semula 869,3 mg/g bertambah menjadi
sebesar 1192,9 mg/g untuk aktivator H2SO4 sedangkan aktivator H3PO4 sebesar 1199,2 mg/g.
Dari hasil tersebut terlihat bahwa arang tempurung kelapa dan arang tempurung
kelapa sawit yang diaktivasi dengan H3PO4 memiliki daya adsorpsi terhadap iod yang lebih
besar dibandingkan dengan yang diaktivasi dengan H2SO4. Kecilnya daya adsorpsi terhadap
iod arang yang diaktivasi dengan H2SO4, dapat disebabkan rusaknya dinding struktur dari
arang tersebut. Hal tersebut akan berakibat pada daya adsorpsi terhadap iod semakin kecil
(Lua dan Yang, 2004).
4. Analisis gugus fungsi pada arang aktif
Sifat adsorpsi arang aktif tidak hanya ditentukan oleh ukuran pori tetapi juga
dipengaruhi oleh komposisi kimia dari arang aktif berupa gugus fungsi yang merupakan
gugus aktif dari arang aktif (Hendra,1983). Penentuan gugus aktif arang aktif dilakukan
dengan menggunakan spektrofotometer FTIR. Hasil analisis gugus fungsi dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
7
Gambar 1. Spektra FTIR: a) arang tempurung kelapa, b) arang tempurung kelapa aktivasi
asam sulfat, c) arang tempurung kelapa aktivasi asam fosfat.
Gambar 2. Spektra FTIR: a) arang tempurung kelapa sawit, b) arang tempurung kelapa saawit
aktivasi asam sulfat, c) arang tempurung kelapa sawit aktivasi asam fosfat.
a) b)
c)
a) b)
c)
8
Dari spektra FTIR arang temprung kelapa, menginformasikan adanya pita serapan
pada bilangan gelombang 3433,29-3425,58 cm-1 muncul vibrasi ulur pada gugus O-H.
Vibrasi ini didukung pita serapan pada bilangan gelombang 1165,0-1111,0 cm-1 yang
merupakan vibrasi C-O. Pada bilangan gelombang 1620,35-1581,63 cm-1 merupakan vibrasi
C=C. Pada spektra arang tempurung kelapa-aktivasi H2SO4 muncul bilangan gelombang pada
1381,03 cm-1 yang mengindikasikan adanya sulfat. Sedang pada spektra arang tempurung
kelapa-aktivasi H3PO4 muncul serapan pada bilangan gelombang 1249,87 cm-1 yang
merupakan vibrasi dari fosfat. Adanya sulfat dan fosfat pada arang aktif menginformasikan
bahwa kedua aktivator tidak dapat dihilangkan dengan pencucian akuades (Guo dan
Rockstraw, 2007).
Sedangkan pada spektra FTIR arang tempurung kelapa sawit memberikan pita
serapan pada bilangan gelombang 3433,29-3425,58 cm-1 terlihat vibrasi gugus O-H. Vibrasi
ini didukung pita serapan pada bilangan gelombang 1123,43-1103,28 cm-1 yang merupakan
vibrasi C-O. Selain itu juga muncul serapan pada bilangan gelombang 1620,21-1604,77 cm-1
merupakan vibrasi C=C. Pada spektra arang tempurung kelapa sawit aktivasi H2SO4 juga
muncul serapan sulfat pada bilangan gelombang 1404,18 cm-1. Dari kedua gambar spektra
FTIR diketahui bahwa arang aktif memiliki gugus aktif hidroksil (OH).
4.3. Adsorpsi fenol oleh arang aktif dengan variasi konsentrasi
Arang aktif yang telah dihasilkan kemudian diaplikasikan untuk adsorpsi fenol.
Proses adsorpsi fenol dilakukan dengan mencampurkan 0,5 gram arang aktif dalam 25 mL
larutan fenol selama 60 menit. Adapun konsentrasi fenol yang digunakan adalah 100,
200,300,400, dan 500 mg/L. Variasi konsentrasi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
arang aktif hasil aktivasi dalam mengadsorpsi fenol. Hasil adsorpsi fenol mengalami
peningkatan sebanding dengan peningkatan konsentrasi awal larutan fenol. Hasil dari
adsorpsi fenol dengan arang aktif diperlihatkan pada tabel4.4 dan 4.5.
Tabel 4.4 Hasil adsorpsi arang aktif dari arang tempurung kelapa pada berbagai konsentrasi
fenol
Jenis Aktivator C awal (mg/L) Ce (mg/L) C adsorpsi (mg/L)
H2SO4 100 13,6 86,4
200 42,9 157,1
300 83,9 216,0
400 117,9 282,1
500 159,2 340,8
H3PO4 100 14,1 85,9
200 40,9 159,1
300 72,2 227,8
400 109,1 290,9
500 148,4 351,6
9
Tabel 4.5 Hasil adsorpsi arang aktif dari arang tempurung kelapa sawit pada berbagai
konsentrasi fenol
Jenis Aktivator C awal (mg/L) Ce (mg/L) C adsorpsi (mg/L)
H2SO4 100 11,8 88,2
200 34,7 165,2
300 84,5 215,5
400 101,5 298,5
500 154,0 345,9
H3PO4 100 10,6 89,4
200 36,9 163,1
300 71,5 228,5
400 88,9 311,0
500 142,2 357,8
Pada tabel diatas terlihat bahwa semakin besar konsentrasi fenol maka kemampuan
adsorpsi arang aktif semakin meningkat (Amin, 2005). Hal ini disebabkan semakin besar
konsentrasi fenol, semakin banyak molekul fenol yang berinteraksi dengan arang aktif.
Variasi konsentrasi dilakukan untuk mengetahui kapasitas adsorpsi maksimum arang aktif
dalam mengadsorpsi fenol. Kapasitas adsorpsi maksimum dapat diartikan sebagai banyaknya
jumlah adsorbat (fenol) yang dapat diadsorpsi tiap gram arang aktif (Somboon, 2001).
Kapasitas adsorpsi maksimum dapat diperoleh dari grafik isoterm adsorpsi Langmuir. Grafik
hasil isoterm adsorpsi Langmuir fenol pada arang tempurung kelapa maupun arang
tempurung kelapa sawit untuk tiap aktivator dapat dilihat pada gambar 4.1 dan 4.2.
Dari hasil perhitungan persamaan grafik isoterm adsorpsi diperoleh kapasitas adsorpsi
maksimum pada arang tempurung kelapa dan arang tempurung kelapa sawit yang diaktivasi
dengan H3PO4 lebih besar daripada yang diaktivasi dengan H2SO4. Secara jelas dapat dilihat
pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Kapasitas adsorpsi maksimum arang aktif terhadap fenol
Jenis arang Kapasitas adsorpsi maksimum (mg/g)
H2SO4 H3PO4
Arang tempurung kelapa 24,390 27,027
Arang tempurung kelapa sawit 23,256 25,641
Kapasitas adsorpsi maksimum arang yang diaktivasi dengan H3PO4 lebih besar karena
memiliki karakteristik kadar air, kadar abu, daya adsorpsi terhadap iod yang lebih baik
dibandingkan dengan arang yang diaktivasi dengan H2SO4. Semakin baik karakteristik dari
arang aktif maka kemampuan adsorpsi semakin meningkat.
10
KESIMPULAN
1. Arang tempurung kelapa dan arang tempurung kelapa sawit yang diaktivasi dengan
H3PO4 memiliki karakteristik kadar air, kadar abu dan daya adsorpsi terhadap iod lebih
baik dibandingkan arang yang diaktivasi dengan H2SO4.
2. Dari analisis spektrofotmeter FTIR, kedua arang aktif memiliki gugus fungsi yang sama
yaitu gugus hidroksil (-OH).
3. Kapasitas adsorpsi maksimum terhadap fenol arang tempurung kelapa aktivasi H2SO4
dan H3PO4 berturut-turut sebesar 24,390 mg/g dan 27,027mg/g. Sedang untuk arang
tempurung kelapa sawit aktivasi H2SO4 dan H3PO4 berturut-turut sebesar 23,256 mg/g
dan 25,641 mg/g.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, N.A.S., Singh, H.K.M., dan Rashid, M., 2005, Removal of Phenol and COD via
Catalytic Treatment using Activated Carbon and Alumina with Ozone, J. of Industrial
Technology, Vol. 14(2), 175-182.
Agustian, A., Friyatno S., Supadi dan Askin A., 2003, Analisis Pengembangan Agroindustri
Komoditas Perkebunan Rakyat (Kopi Dan Kelapa) Dalam Mendukung Peningkatan
Daya Saing Sektor Pertanian, Makalah seminar hasil penelitian Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Bogor.
Allorerung, D., dan Lay A., 1998, Kemungkinan Pengembangan Pengolahan Buah Kelapa
Secara Terpadu Skala Pedesaan, Prosiding Konperensi Nasional Kelapa IV, Bandar
Lampung 21 – 23 April.
Anonim, 2002, Arang Aktif dari Tempurung Kelapa, Pusat Dokumentasi dan Informasi LIPI,
Jakarta.
, 2005, Adsorption Parameter of Activated Carbon (AC 101), www.carbochem.com
Chang, R., 2005, Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti, jilid 2, edisi ketiga, Erlangga, Jakarta.
Clesceri, L.S., 1998, Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater,
second edition, London.
DeMarco, J. 1998. Experiences in Operating a Fill-Scale GAC System With On-Site
Reactivation, American Chemical Society Book, New York.
El Hanafi, N., Boumakhla, M.A., Berrama, T., dan Bendjama, Z., 2007, Elimination of
Phenol by Adsorption on Activated Carbon Prepared from The Peach Cores:
Modelling and Optimisation, J. Desalination 223: 264-268
Fessenden, R.J., dan Fessenden J.S., 1997, Kimia Organik, Terjemahan A. Hadyana
Pudjaatmaka dari Organic Chemistry (1986), Edisi Ketiga, Jilid 1, Erlangga, Jakarta.
, 1999, Kimia Organik, Terjemahan A. Hadyana Pudjaatmaka dari Organic
Chemistry (1986), Edisi Ketiga, Jilid 2, Erlangga, Jakarta.
11
Gaol, Lestari D.L., 2001, Studi Awal Pemanfaatan Beberapa Jenis Karbon Aktif Sebagai
Adsorben, Seminar, Jurusan Gas dan Petrokimia, FTUI, Depok.
Guo, Y., dan Rockstraw, D.A., 2007, Physicochemical Properties of Carbons Prepared from
Pecan Shell by Phosphoric Acid Activation, Bioresour, Technol, 98(8): 1513-1521.
Harjadi, W., 1993, Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Hendayana, S., Kadarohman, A., Sumarna, AA., dan Supriatna, A., 1994, Kimia Analitik
Instrumen, IKIP Semarang Press, Semarang.
Hendra, D., dan Pari, G., 1983, Pembuatan Arang Aktif dari Tandan Kosong Kelapa Sawit,
Buletin Penelitian Hasil Hutan, Jakarta.
Jankowska, H., Swatkowski, A. dan Choma, J., 1991, Active Carbon, Ellis Horwood, New
York.
Juliandini, F. dan Trihadiningrum, Y., 2008, Uji Kemampuan Karbon Aktif dari Limbah kayu
dalam Sampah Kota untuk Penyisihan Fenol, Prosiding Seminar Nasional Manajemen
Teknologi VII, Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari.
Kvech, S. dan Tull, E., 1998, Activated Carbon in Water Treatment Primer, Environmental
Information Management Civil Engineering Dept, Virginia Technology.
Lua, A.C, dan Yang, T., 2004, Effect of Activated Temperature on The Textural and
Chemical Properties of Potassium Hydroxide Activated Carbon Prepared from
Pistachio-Nut Shell, J. Coll. Interf. Sc. 274: 594-601.
Mc Cabe, 1993, Operasi Teknik Kimia, Jilid 2, Erlangga, Jakarta.
Moore, W.J., 1974, Physical Chemistry, edisi 4 Prentice Hall Inc, Indiana.
Newcombe G., dan Drikas M., 1997, Adsorption of NOM Onto Activated Carbon:
Electrostatic and Non-electrostatic Effects. J. of Carbon 35(9): 1239-1250.
Othmer, K., 1993, Encyclopedia of Chemical Technology, fourth edition, A Wiley-
Interscience Publication.
Palungkun, R., 2003, Aneka Produk Olahan Kelapa, Cetakan ke Sembilan, Penebar Swadaya,
Jakarta.
Skoog, D.A., dan West, D.M., 1991, Fundamentals of Analytical Chemistry, Seventh Edition,
Saunders College Publishing, USA.
Somboon, W., Mutitamongkol, P., & Tanpaiboonkul, P., 2001, Removal Of Colored
Wastewater Generated From Hand-Made Textile Weaving Industry, Departement of
Chemistry, Faculty Science, King Mongkut University of Tecnology.
Subadra, I., Bambang S., dan Iqmal T., 2005, Pembuatan Karbon Aktif dari Tempurung
Kelapa dengan Aktivator (NH4)HCO3 sebagai Adsorben untuk Pemurnian Virgin
Coconut Oil, Skripsi jurusan Kimia FMIPA UGM, Yogyakarta.
12
Supranto, 1996, Pemakaian Filter Karbon Dalam Penyediaan Air Minum, Jurnal Ilmiah
STTL “YLH”, Yogyakarta.
Triyana, M. dan Sarma, T., 2003, Arang Aktif (Pengenalan dan Proses Pembuatanya),
Jurusan Teknik Industri, Universitas Sumatra Utara.
Viswanathan,B., Neel, P.I., dan Varadarajan, T.K., 2009, Methods of Activation and Specific
Applications of Carbon Materials, Department of Chemistry, Indian Institute of
Technology Madras.
Yagsi, N.U., 2004, Production and Characterization of Activated Carbon from Apricot
stones, The Department of Chemical Engineering, Middle East Technical University.