APA itu kiral? Kata  "kiral" berasal dari bahasa Yunani "cheir" yang artinya tangan. Coba  bayangkan tangan kiri berada di depan cermin, tentu saja bayangannya  adalah tangan kanan. Sekarang posisikan tangan kiri dan tangan kanan  menghadap ke bawah atau ke arah lantai. Kemudian letakan tangan kiri di  atas tangan kanan anda. Terlihat, tangan kanan tidak bisa diimpitkan  dengan tangan kiri kita.   
 Hal yang sama juga  berlaku bagi molekul-molekul organik tertentu. Pada gambar 1, dapat  dilihat senyawa Alanine memiliki dua struktur yang berbeda. Sebutlah A  dan B yang analog dengan tangan kiri dan tangan kanan kita. A dan B  sering disebut sebagai stereoisomer (isomer ruang) atau isomer optis.  Harus diingat, suatu molekul organik disebut molekul kiral jika terdapat  minimal satu atom C yang mengikat empat gugus yang berlainan seperti  senyawa Alanine pada gambar 1. Molekul-molekul kiral memiliki sifat yang  sangat unik yaitu sifat optis. Artinya suatu molekul kiral memiliki  kemampuan untuk memutar bidang cahaya terpolarisasi pada alat yang  disebut polarimeter.  
 Sistem tata nama isomer  optik diperkenalkan Chan-Ingold-Prelog yang menglasifikasikan atom C  kiral sebagai R atau S. Sistem tata nama ini sering dinamakan  konfigurasi mutlak/absolut. Contohnya (2R,3S)-2,3 dibromo pentana. Pada  tulisan ini tidak akan dijelaskan aturan penamaan R dan S, tetapi para  pembaca dapat membacanya di literatur organik tingkat kuliah. Dengan  sistem tata nama ini diperkenalkan dua klasifikasi stereoisomer, yaitu  enantiomer dan diastereoisomer. Definisi dari enantiomer dan  diastereoisomer sedikit rumit tetapi akan dijelaskan secara sederhana.   
- (2R,3S)-2,3 dibromo pentana dan (2S,3R)-2,3 dibromo pentana
- (2R,3S)-2,3 dibromo pentana dan (2R,3R)-2,3 dibromo pentana
- Jika di antara sepasang stereoisomer tidak ada atom C kiral yang memiliki konfigurasi yang sama, maka stereoisomer tersebut adalah enantiomer. Seperti contoh pertama (2R,3S)-2,3 dibromo pentana dan (2S,3R)-2,3 dibromo pentana.
- Jika di antara sepasang stereoisomer terdapat minimal satu atom C kiral yang memiliki konfigurasi yang sama, maka stereoisomer tersebut adalah diastereoisomer. Seperti contoh kedua (2R,3S)-2,3 dibromo pentana dan (2R,3R)-2,3 dibromo pentana.
 Sebagian masyarakat  mungkin kurang memperhatikan sifat optis suatu senyawa organik, padahal  reaksi kimia dalam sistem biologis makhluk hidup sangat stereospesifik.  Artinya suatu stereoisomer akan menjalani reaksi yang berbeda dengan  stereoisomer pasangannya dalam sistem biologis makhluk hidup. Bahkan  terkadang suatu stereoisomer akan menghasilkan produk yang berbeda  dengan stereoisomer pasangannya dalam sistem biologis makhluk hidup.  Contohnya adalah: 
-  Obat Thalidomide
 Obat ini dipasarkan di Eropa sekira tahun 1959-1962 sebagai obat penenang. Obat ini memiliki dua enantiomer, di mana enantiomer yang berguna sebagai obat penenang adalah (R)-Thalidomide. Tetapi ibu hamil yang mengonsumsi enantiomernya yaitu (S)-Thalidomide justru mengalami masalah dengan pertumbuhan anggota tubuh janinnya. Sedikitnya terjadi 2000 kasus kelahiran bayi cacat pada tahun 1960-an. Hal ini merupakan tragedi besar yang tidak dapat dilupakan dalam sejarah obat-obat kiral.
- Nikotin
 (-)Nikotin dilaporkan lebih beracun dan berbahaya dibandingkan dengan (+)Nikotin. Tanda "+" menyatakan arah rotasi polarimeter sesuai arah jarum jam, sedangkan tanda "-" menyatakan arah rotasi polarimeter berlawanan arah jarum jam.
-  Tiroksin
 Tiroksin adalah hormon yang dihasilkan kelenjar tiroid. (-) Tiroksin meregulasi metabolisme tubuh, sedangkan (+) Tiroksin tidak menghasilkan efek regulasi apa pun.
 Melihat fakta di atas  stereokimia (struktur ruang) suatu senyawa organik mutlak harus  diperhitungkan dalam reaksi-reaksi biologis makhluk hidup. Sayangnya  sulit sekali menghasilkan suatu enantiomer atau diastereoisomer murni.  Bahkan 90 persen  obat-obat sintetik yang mengandung senyawa kiral masih  dipasarkan dalam kondisi rasemik sampai awal 1990-an.   
 Campuran rasemik artinya  suatu campuran yang mengandung sepasang enantiomer dalam jumlah yang  sama. Lalu bagaimana caranya memperoleh suatu enantiomer dengan  enantiomeric excess (EE) yang tinggi? Enantiomeric excess artinya  persentase suatu enantiomer yang berkonfigurasi R dikurangi persentase  enantiomer pasangannya yang berkonfigurasi S dalam suatu campuran atau  sebaliknya. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, harus diingat dua  prinsip dasar isomer optik yaitu: 
- Sepasang enantiomer memiliki sifat-sifat fisika (titik didih, kelarutan, dan lain-lain) yang sama tetapi berbeda dalam arah rotasi polarimeter dan interaksi dengan zat kiral lainnya.
- Sepasang diastereoisomer memiliki sifat-sifat fisika dan sudut rotasi polarimeter yang berbeda satu sama lain. Bahkan sering dalam bereaksi mengambil cara yang berlainan. Artinya kita bisa memisahkan campuran dua diastereoisomer dengan cara-cara fisika (destilasi, kristalisasi, dan lain-lain). Akan tetapi tidak bisa memisahkan campuran dua enantiomer dengan cara-cara fisika, karena sepasang enantiomer memiliki properti fisika yang sama. Kesimpulannya, kita dapat dengan mudah memisahkan campuran dua diastereoisomer, tapi akan kesulitan memisahkan campuran dua enantiomer.
 Lalu bagaimana  memperoleh suatu enantiomer dengan ee yang tinggi? Louis Pasteur  dikisahkan pernah memisahkan dua enantiomer Natrium Amoium Tartarat  menggunakan pinset. Hal ini dapat terjadi karena dua enantiomer itu  mengkristal secara terpisah. Cara ini sering disebut cara resolusi. Cara  ini kurang efektif karena tidak semua enantiomer mengkristal secara  terpisah.   
 Jadi resolusi tidak  dapat dianggap sebagai teknik yang umum. Cara lain yang sering ditempuh  para ahli kimia adalah rute biokimia dengan memakai enzim atau  mikroorganisme untuk memproduksi enantiomer murni. Sebagai contoh  (R)-Nikotina dapat diperoleh dengan cara menginkubasi campuran rasemik  (R)-Nikotina dan (S)-Nikotina dalam wadah berisi bakteri Pseudomonas  putida. Bakteri tersebut hanya akan mengoksidasi (S)-Nikotina, sedangkan  (R)-Nikotina akan tersisa dalam wadah tersebut. Beberapa produk lain  dari rute biokimia yaitu Monosodium L-Glutamat, L-Lysine dan L-Mentol.  Sistem tata nama D dan L dinamakan konfigurasi relatif. Sistem ini  sering dipergunakan dalam penamaan asam amino dan karbohidrat.   
 Sayangnya tidak semua  enantiomer dapat diproduksi dengan ee yang tinggi melalui rute biokimia  ini. Hal ini dikarenakan kespesifikan enzim dan mikroorganisme. Sebagai  contoh bakteri Pseudomonas putida belum tentu dapat digunakan untuk  memisahkan (+)-Mentol dengan (-)-Mentol.  
 Para ahli kimia organik  seperti Ryoji Noyori dan William S. Knowles tidak kehilangan akal dalam  menyelesaikan permasalahan ini. William S. Knowles berhasil mensintesis  senyawa yang disebut (R,R)-DiPAMP (Gambar 2.). Ia menggunakan  (R,R)-DiPAMP sebagai ligan untuk membentuk senyawa kompleks dengan logam  Rh. Senyawa kompleks ini sangat bermanfaat dalam proses hidrogenasi  asimetrik gugus enamida. Dengan senyawa kompleks ini, ia berhasil  mensintesis L-DOPA yang sangat berguna dalam terapi penyakit Parkinson  dengan kemurnian 95 persen  ee.   
 Selain L-DOPA, senyawa  kompleks ini juga sering dipergunakan untuk mensintesis asam? alfa-amino  dengan ee yang tinggi, contoh L-Phenilalanin, L-Trytophan, L-Alanin,  L-Lysin, dan lain-lain, kecuali asam aspartat karena memiliki dua gugus  karboksilat yang berdekatan.   
 Di lain pihak, Ryoji  Noyori menyintesis senyawa yang diberi nama BINAP (Gambar 3.). Ia  mempergunakan BINAP sebagai salah satu ligan untuk membentuk senyawa  kompleks dengan logam Ru. Senyawa kompleks ini sangat fleksibel, karena  dapat digunakan untuk hidrogenasi asimetrik alkena, dan reduksi keton  secara enantioselective. Sebenarnya proses reduksi keton secara  enantioselective bukanlah hal baru, tetapi penggunaan logam transisi  sebagai katalis untuk proses reduksi keton biasanya sulit dan tidak  bersifat enantioselective. Enantioselective artinya suatu reaksi yang  menghasilkan dua enantiomer, di mana salah satu enantiomer dihasilkan  dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan enantiomer  pasangannya.   
 Khusus untuk reduksi  keton, Ryoji Noyori mensintesis (S)-BINAP/(S)-diamine Ru(II) catalyst.  Dengan senyawa kompleks ini sudah banyak diproduksi obat-obat kiral  dengan biaya produksi yang rendah dan kemurnian yang tinggi. Sebagai  contoh L-DOPS, Levofloxacin, Neobenodine, Fosfomycin, Fluoxetine  hydrochloride, Naproxen, dan lain-lain. Sebagai catatan L-DOPS adalah  prekursor dari Norepinephrine. Norepinephrine adalah neurotransmitter  untuk mengirim sinyal ke jantung dan pembuluh darah.  
Kedua penemuan ini telah  membuka cakrawala baru dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut  laporan, sampai tahun 2000, penjualan obat kiral dalam bentuk enantiomer  murni di dunia telah mencapai 123 miliar dolar AS. Tidak tertutup  kemungkinan terwujudnya penemuan-penemuan baru, bahkan mungkin saja  bangsa Indonesia yang akan melakukan terobosan-terobosan baru tersebut.  Ingat, kisah ini belum berakhir, karena ilmu pengetahuan tidak pernah  mati. Akhir kata, maju terus ilmu pengetahuan Indonesia.

 
